DEWAN SYARIAH DAN TATA KELOLA PERUSAHAAN BANK ISLAM DI INGGRIS

Belakangan ini, pertumbuhan dan pekembangan ekonomi syariah sedang melaju cepat dan cemerlang. Hal ini ditandai dengan semakin menjamurnya bank dan lembaga keuangan yang berbasis syariah, baik di Indonesia maupun di negara lainnya.

Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat pada tahun 2007 lalu membawa dampak pada perekonomian dunia, yang mana banyak perusahaan maupun perbankan yang mengarah ke kebangkrutan. Namun kondisi tersebut ternyata justru semakin membuat ekonomi syariah naik daun. Ekonomi syariah kini banyak dilirik oleh beberapa negara. Bukan hanya negara muslim, namun juga negara yang mayoritas penduduknya non-muslim atau bukan negara Islam seperti Eropa –khususnya Inggris. Masyarakat Inggris meyakini bahwa sistem ekonomi berbasis syariah ini merupakan sistem ekonomi yang tidak akan terpengaruh oleh krisis yang terjadi di belahan dunia mana pun dan merupakan solusi penyelesaian permasalahan ekonomi. Beberapa keuntungan dari sistem ekonomi berbasis syariah membuat pemerintah Inggris mulai melirik aplikasi Islam ini hingga pada akhirnya menerapkan dalam sistem perbankannya. Ketertarikan Inggris terhadap ekonomi syariah sebetulnya sudah terungkap sejak beberapa tahun lalu. Bahkan pemerintah Inggris kini sudah turut serta mendorong dan berperan aktif mempromosikan sistem ekonomi Syariah tersebut. Tak heran bahwa dari 22 lembaga keuangan yang aktif di Inggris, lima bank diantaranya kini sudah berstatus bank syariah sepenuhnya. Dan seiring dengan perkembangannya, tata kelola perusahaannya mulai ketat dan ditingkatkan sejak terjadinya krisis global tahun 2007 silam.

Namun sebagai suatu sistem yang bisa dibilang relatif baru dan tidak biasa terutama dikalangan negara barat, tentunya perkembangan dan pertumbuhannya menghadapi beberapa rintangan dan hambatan. Scott Morrison, Ph.D. dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Shariah Boards and the Corporate Governance of Islamic Banks in the United Kingdom” menjelaskan bahwa secara struktural sistem perbankan dan keuangan Islam ini mirip dengan bank konvensional dalam banyak hal hukum, sehingga dewan syariah dari perbankan dan lembaga keuangan syariah memiliki berbagai tantangan unik pada tata kelola perusahaannya. Dewan syariah merupakan dewan pengawas yang mempunyai fungsi mengevaluasi, menyetujui atau menolak suatu transaksi, serta untuk mengawasi semua operasi bank dan memastikan bahwa operasinya telah sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Namun hingga saat ini,  dewan syariah di Inggris sendiri masih bersifat otonom dan tanpa pengawasan. Hal ini yang pada akhirnya menjadi sulit karena belum ada lembaga resmi yang mengawasi jalannya dewan syariah di Inggris setelah dulu sempat berada dibawah naungan Financial Service Authority (FSA) -yang di Indonesia disebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sampai sekarang belum ada lembaga otoritas pengawasan baru penggganti FSA, sehingga sangat diharapkan tercipta penasehat pusat atau badan penegak hukum atau badan otorisasi yang dapat meningkatkan tata kelola perusahaan dan integritas bank-bank Islam dan dewan syariah mereka di Inggris.

Scott juga mengatakan bahwa secara hukum, peraturan dan kebijakan yang berlaku pada bank syariah di Inggris mengandung ketegangan, yang bahkan mungkin menjadi kontradiksi apabila tidak dilakukan penyesuaian. Dua hal yang menyebabkan kontradiksi adalah: (1) Perbankan dan keuangan Islam harus didorong dan ditempatkan setara dengan bank konvensional, dan (2) Perusahaan (termasuk bank) harus memperhatikan standar tata kelola di mana dewan mereka bertanggung jawab kepada pemegang saham, ataupun pemangku kepentingan lainnya. Poin ini menjadi tugas dari dewan syariah setempat untuk mencari solusinya.

Inggris yang saat ini sedang merintis perkembangan perbankan dan keuangan Islam ini, ternyata mengacu pada sistem perbankan dan keuangan Negara Malaysia. Malaysia memiliki sejumlah konstitusi tertulis dan merupakan negara yang paling maju dalam hal ekonomi syariah global. Hal ini dianggap wajar karena pada umumnya penduduk Malaysia mayoritas beragama Islam. Sehingga sumber daya manusianya bisa dibilang cukup memadai dibandingkan dengan Inggris yang masih minim memiliki bibit sarjana dibidang syariah. Di Malaysia sendiri, badan otorisasi tertinggi bagi perbankan dan keuangan islam dipegang oleh Syariah Advisory Council (SAC). SAC bertanggung jawab untuk memberikan saran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah atau entitas keuangan syariah lainnya yang diawasi langsung oleh Bank Negara Malaysia. Dalam kasus Malaysia, SAC memiliki kekuatan untuk meninjau dan membalikkan keputusan dewan syariah.
____________________________________________________________________
Review dari:
Journal of Islamic Economics And Banking  Vol-10, No1 January-March, 2014
“Shariah Boards and the Corporate Governance of Islamic Banks in the United Kingdom”
Scott Morrison, Ph.D.
Di Review oleh:
Mutiara Intan Permana Gunawan,
 Mahasiswi Semester 7  - Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI

0 komentar:

Post a Comment

agustards. Powered by Blogger.

© 2014 A G U S T A R D S, AllRightsReserved.

Designed by agustards